Wednesday, May 26, 2004
TRAGEDI KELIMUTU
Well, pertama-tama saya mohon maaf bila lama sekali tidak meng update berita di blog Ende kita yang tercinta ini. Mohon dimaklumi, saya amat sibuk dengan pekerjaan sehingga kesulitan mencari waktu untuk menyusun berita pada Insight Ende ini. Berdasarkan pengamatan saya, apa yang saya dengar dan saya baca, berita yang paling heboh saat ini adalah tentang kasus BUNUH DIRI yang terjadi di Danau tiga warna, Kelimutu. Berita selengkapnya silahkan dibaca di bawah ini.
Baru-baru ini, Ende digemparkan dengan berita kematian Adrianus Marsel yang didapati telah tak bernyawa pada salah satu danau tiga warna yang bernama Tiwu Atapolo pada tanggal 8 Mei 2004 yang lalu. Memang kasus ini telah lama terjadi, namun kehebohannya masih terasa hangat sampai sekarang. Pengevakuasi yang dilakukan pada tanggal 8 Mei yang lalu itu pun tertunda 2 kali sehingga baru dilakukan lagi pada tanggal 23 Mei 2004 dikarenakan sulitnya medan yang harus ditempuh.
Kegiatan evakuasi jenasah Adrianus Marsel (30 tahun), korban bunuh diri di Danau Tiwu Atapolo, Kelimutu, pada hari Sabtu 23 Mei akhirnya kembali dilakukan. Bahkan, sempat dilakukan UPACARA ADAT menghormati PENGHUNI Kelimutu agar jenasah tersebut diijinkan untuk dievakuasi. Namun sayang, drama evakuasi yang amat mendebarkan jantung sekitar 700 orang massa yang padat mengelilingi bibir kawah danau yang terkenal sarat daya magisnya itu gagal mengangkat jenazah korban ke atas permukaan.
Posisi mayat korbat yang kini berada pada jarak sekitar 30 meter di atas permukaan danau sebenarnya sudah hampir dijangkau oleh Iptu Joan Verdianto, satu-satunya algojo yang dengan gagah perkasa turun menapaki angker dan curamnya danau tersebut. Tapi sayang, ketika memasuki area jenasah korban, ruangan yang ada hampa udara.
Wakil komandan Kompi Brimob Kompi C Ende ini tercatat sebagai orang pertama yang berhasil merayapi tebing terjal Danau Kelimutu berwarna merah. Joan mengambil alih tugas evakuasi jenasah Marsel yang sudah dua minggu lebih tersangkut di tebing danau 10 meter di atas permukaan air.
Joan Verdianto yang tampak tenang pada Minggu pagi, 23 Mei itu memutuskan untuk turun seorang diri setelah melihat peralatan tali jiwa yang disediakan hanya satu. Semua anggota akhirnya mempercayakan tigas mulia itu kepada sang wakil komandan, walau secara herarki, seharusnya anggota yang turun.
Minggu pagi itu, kira-kira pukul 10.00 wita, setelah dilakukan upacara seremoni adat oleh para mosalaki dan keluarga korban dari Pemo, Joan Verdianto melangkahkan kaki ke puncah tebing bagian selatan danau merah, tidak jauh dari titik awal korban membuang diri. Joan Verdianto saat itu diiringi 9 anggota Brimob, Wakapolres Ende selaku pemimpin tim evakuasi, Polisi Hutan, Polisi Pamong Praja dan anggota Polres Ende yang berjumlah 80 orang. Alat-alat evakuasi berupa sneeping, tali jiwa, masker, sarung tangan, figur eight, tali penolong dan katrol juga dibawa serta.
Di puncak bagian selatan itu, atas permintaan Joan Verdianto dan dilanjutkan dengan perintah Pemimpin Tim Evakuasi Kompol A.A. Marwan, para anggota tim mengurai sneeping. Setelah itu untuk memastikan bahwa panjangnya sneeping betul melampaui jenazah dan telah searah dengan posisi jenazah, anggota tim diminta melakukan pengukuran ulang. Tercatat 5 kali bola voli diikat di ujung sneeping dan dibuang ke danau gagal karena tersangkut. Dan atas usulan Joan Verdianto pula, tali nilon berwarna hijau dibentang melintasi danau untuk menopang sneeping ke posisi jenazah. Upaya itu akhirnya berhasil.
Setelah dipastikan bahwa ikuran sneeping sudah melewati posisi jenazah, Joan Verdianto yang gagah berani itu memasang masker, helm, sarung tangan, HT dan kemudian dilingkarkan tali jiwa ke tubuhnya yang dikait langsung dengan figur eight yang sudah terpasang di pinggangnya. Ketika segala persiapa sudah selesai, Joan Verdianto memandang ke arah danau dengan tatapan meyakinkan. Ketika sudah di bibir kawah, Joan Verdianto melambaikan tangan ke arah masyarakat yang berjubel di bagian barat dan utara danau merah.
Saat mendebarkan pun tiba, Langkah demi langkah Joan Verdianto menuruni tebing terjal Danau angker itu. Senua mata terarah pada Joan Verdianto dantidak ada suara yang keluar. Yang ada hanya kesunyian dan tarikan nafas tertahan dari masyarakat karena ngeri dan decak kagum karena Joan melangkah dengan tenang.
Kira-kira sudah berada pada posisi seratus meter, HP yang dipegang Wakapolres Marwan menangkap suara Joan minta ditarik kembali karena tali putih terbelit. Joan ditarik kembali ke atas, setelah berupaya mengurai tali putih saat tergantung di tebing gagal.
Sepuluh menit kemudian, setelah diurai kembali tali putih itu, Joan kembali menuruni tebing terjal itu. Langkah demi langkah Joan turun tergantung bagai penakluk gunung. Langkah Joan dimonitor langsung oleh dua anggota Brimob yang stand by dengan teropong di bagian utara. Semakin lama, Joan semakin menghilang dari pandangan. Ketika tubuh Joan sudah tampak kecil terlihat dengan mata telanjang, tiba-tiba kabut tebal serentak mengarah ke danau Tiwu Atapolo. Semua masyarakat yang menyaksikan serentak menghindar dari bibir danau. Tapi kabut tidak berlangsung lama dan Joan terus menuruni tebing hingga akhirnya betul menghilang setelah menuruni ceruk paling akhir menuju permukaan danau atau sepuluh meter dekat jenazah. Suara Joan pun terdengar di puncak lewat HT di tangan Wakapolres Marwan agar tali sneeping dan tali jiwa ditahan karena Joan kecapaian. Setelah istirahat seadanya, Joan terus turun mendekati jenazah. Monitor dari utara terus mengikuti gerak gerik Joan. Ketika sudah mendekati jenazah, Joan meminta agar personil pemegang tali di bagian selatan stand by. Joan juga memberitahukan bahwa dirinya sudah ada sekitar 10 meter dengan jenazah dan bau bangkai bercampur belerang sudah mulai sangat tajam terasa. Joan beristirahat sejenak lalu minta dari dalam jurang danau agar tali diulur terus ke bawah.
Saat sudah berada sejajar dengan posisi jenazah, Joan menginformasikan keadaan jenazah yakni kepalanya luka parah karena benturan benda keras, dadanya tertindis batu besar, kakinya mengarah ke danau, keadaannya sudah membusuk dan perutnya bengkak. Jarak waktu informasi terakhir itu kira-kira 2 menit. Joan masih terus berupaya mengambil posisi terbaik, namun tiba-tiba dari HT terdengar tarikan nafas panjang setelah Joan mengucapkan kata-kata ini : "Disini ketiadaan udara," dan dari utara suara monitor memerintah agar secepatnya ditarik karena sang Wakil komandan telah lemas.
Spontan personel di bagian selatan menarik kembali tubuh Joan yang sudah lemas tak berdaya karena hampanya udara. Kira-kira 50 meter keatas dari tempat jenazah, monitor di bagian utara terus lantang perintah dari HT agar secepatnya ditarik. Setelah ada pada posisi kira-kira 200 meter dari bawah, suara Joan terdengar meminta agar tali ditahan sehingga dirinya bisa istirahat.
Setelah melewati 20 menit kemudian Joan sadar dan dengan tenaga yang tersisa dan dibantu personel di selatan yang kerja cepat menarik Joan, akhirnya membawa Joan kembali ke mulut kawah yang kedalamannya mencapai 700 meter.
Joan langsung pingsan di mulut kawah. Para medis yang sudah berada di puncak bagian selatan, segera melakukan pertolongan terhadap Joan. Tepat pukul 15.40 wita, Joan sadar dari siumannya. Drama paling haru terpentas saat Joan sang penakluk menemui istri korban dan kedua anak korban serta orang tua korban dan keluarga korban yang masih setia menanti di tangga bawah. Sambil memeluk kedua anak korban, Joan meminta maaf karena tidak berhasil membawa pulang jenazah ayah mereka lantaran tempat di mana jenazah ayah mereka terletak sudah ketiadaan udara. Semua masyarakat yang menyaksikan ujung drama itu evakuasi itu pun meneteskan air mata.
Jenazah Adrianus Marsel yang sejak 8 Mei berada di danau Tiwu Atapolo akibat membunuh diri pun, sampai hari ini berita ini diposting, 26 Mei 2004, mayat jenazah Adrianus Marsel pun belum dapat dievakuasi dari lokasi kejadian meskipun jarak antara Joan dan jenazah amat dekat, namun ketiadaannya udara menyebabkan evakuasi tersebut gagal. Karena bila Joan Verdianto nekat, maka nyawanya sendirilah yang dapat melayang.
Demikian berita yang berhasil saya rangkum dalam beberapa hari ini. Mari kita semua masyarakat Ende sama-sama berdo'a semoga jenazah korban bunuh diri, Adrianus Marsel, dapat dievakuasi segera. Bukti daya magis Kelimutu memang amat besar. Pernahkah anda mendengar kematian seorang perawat yang diberi roti oleh seorang "wanita kampung" yang tak dikenalnya di pelataran parkir danau Kelimut yang kemudian tewas seketika? Pernahkah anda mendengar para siswa sekolah yang kameranya tiba-tiba hancur saat digunakan dan ban motornya hancur gara-gara berkata kotor di daerah Danau? Dan saya sendiri mengalaminya, saya pernah terjatuh, terpeleset sendiri dan terbanting ke tanah saat berjalan bersama teman-teman, gara-gara saya menyerukan kata kotor?! Itu lah Kelimutu!!!
tuteh, 26 Mei 2004
Well, pertama-tama saya mohon maaf bila lama sekali tidak meng update berita di blog Ende kita yang tercinta ini. Mohon dimaklumi, saya amat sibuk dengan pekerjaan sehingga kesulitan mencari waktu untuk menyusun berita pada Insight Ende ini. Berdasarkan pengamatan saya, apa yang saya dengar dan saya baca, berita yang paling heboh saat ini adalah tentang kasus BUNUH DIRI yang terjadi di Danau tiga warna, Kelimutu. Berita selengkapnya silahkan dibaca di bawah ini.
Baru-baru ini, Ende digemparkan dengan berita kematian Adrianus Marsel yang didapati telah tak bernyawa pada salah satu danau tiga warna yang bernama Tiwu Atapolo pada tanggal 8 Mei 2004 yang lalu. Memang kasus ini telah lama terjadi, namun kehebohannya masih terasa hangat sampai sekarang. Pengevakuasi yang dilakukan pada tanggal 8 Mei yang lalu itu pun tertunda 2 kali sehingga baru dilakukan lagi pada tanggal 23 Mei 2004 dikarenakan sulitnya medan yang harus ditempuh.
Kegiatan evakuasi jenasah Adrianus Marsel (30 tahun), korban bunuh diri di Danau Tiwu Atapolo, Kelimutu, pada hari Sabtu 23 Mei akhirnya kembali dilakukan. Bahkan, sempat dilakukan UPACARA ADAT menghormati PENGHUNI Kelimutu agar jenasah tersebut diijinkan untuk dievakuasi. Namun sayang, drama evakuasi yang amat mendebarkan jantung sekitar 700 orang massa yang padat mengelilingi bibir kawah danau yang terkenal sarat daya magisnya itu gagal mengangkat jenazah korban ke atas permukaan.
Posisi mayat korbat yang kini berada pada jarak sekitar 30 meter di atas permukaan danau sebenarnya sudah hampir dijangkau oleh Iptu Joan Verdianto, satu-satunya algojo yang dengan gagah perkasa turun menapaki angker dan curamnya danau tersebut. Tapi sayang, ketika memasuki area jenasah korban, ruangan yang ada hampa udara.
Wakil komandan Kompi Brimob Kompi C Ende ini tercatat sebagai orang pertama yang berhasil merayapi tebing terjal Danau Kelimutu berwarna merah. Joan mengambil alih tugas evakuasi jenasah Marsel yang sudah dua minggu lebih tersangkut di tebing danau 10 meter di atas permukaan air.
Joan Verdianto yang tampak tenang pada Minggu pagi, 23 Mei itu memutuskan untuk turun seorang diri setelah melihat peralatan tali jiwa yang disediakan hanya satu. Semua anggota akhirnya mempercayakan tigas mulia itu kepada sang wakil komandan, walau secara herarki, seharusnya anggota yang turun.
Minggu pagi itu, kira-kira pukul 10.00 wita, setelah dilakukan upacara seremoni adat oleh para mosalaki dan keluarga korban dari Pemo, Joan Verdianto melangkahkan kaki ke puncah tebing bagian selatan danau merah, tidak jauh dari titik awal korban membuang diri. Joan Verdianto saat itu diiringi 9 anggota Brimob, Wakapolres Ende selaku pemimpin tim evakuasi, Polisi Hutan, Polisi Pamong Praja dan anggota Polres Ende yang berjumlah 80 orang. Alat-alat evakuasi berupa sneeping, tali jiwa, masker, sarung tangan, figur eight, tali penolong dan katrol juga dibawa serta.
Di puncak bagian selatan itu, atas permintaan Joan Verdianto dan dilanjutkan dengan perintah Pemimpin Tim Evakuasi Kompol A.A. Marwan, para anggota tim mengurai sneeping. Setelah itu untuk memastikan bahwa panjangnya sneeping betul melampaui jenazah dan telah searah dengan posisi jenazah, anggota tim diminta melakukan pengukuran ulang. Tercatat 5 kali bola voli diikat di ujung sneeping dan dibuang ke danau gagal karena tersangkut. Dan atas usulan Joan Verdianto pula, tali nilon berwarna hijau dibentang melintasi danau untuk menopang sneeping ke posisi jenazah. Upaya itu akhirnya berhasil.
Setelah dipastikan bahwa ikuran sneeping sudah melewati posisi jenazah, Joan Verdianto yang gagah berani itu memasang masker, helm, sarung tangan, HT dan kemudian dilingkarkan tali jiwa ke tubuhnya yang dikait langsung dengan figur eight yang sudah terpasang di pinggangnya. Ketika segala persiapa sudah selesai, Joan Verdianto memandang ke arah danau dengan tatapan meyakinkan. Ketika sudah di bibir kawah, Joan Verdianto melambaikan tangan ke arah masyarakat yang berjubel di bagian barat dan utara danau merah.
Saat mendebarkan pun tiba, Langkah demi langkah Joan Verdianto menuruni tebing terjal Danau angker itu. Senua mata terarah pada Joan Verdianto dantidak ada suara yang keluar. Yang ada hanya kesunyian dan tarikan nafas tertahan dari masyarakat karena ngeri dan decak kagum karena Joan melangkah dengan tenang.
Kira-kira sudah berada pada posisi seratus meter, HP yang dipegang Wakapolres Marwan menangkap suara Joan minta ditarik kembali karena tali putih terbelit. Joan ditarik kembali ke atas, setelah berupaya mengurai tali putih saat tergantung di tebing gagal.
Sepuluh menit kemudian, setelah diurai kembali tali putih itu, Joan kembali menuruni tebing terjal itu. Langkah demi langkah Joan turun tergantung bagai penakluk gunung. Langkah Joan dimonitor langsung oleh dua anggota Brimob yang stand by dengan teropong di bagian utara. Semakin lama, Joan semakin menghilang dari pandangan. Ketika tubuh Joan sudah tampak kecil terlihat dengan mata telanjang, tiba-tiba kabut tebal serentak mengarah ke danau Tiwu Atapolo. Semua masyarakat yang menyaksikan serentak menghindar dari bibir danau. Tapi kabut tidak berlangsung lama dan Joan terus menuruni tebing hingga akhirnya betul menghilang setelah menuruni ceruk paling akhir menuju permukaan danau atau sepuluh meter dekat jenazah. Suara Joan pun terdengar di puncak lewat HT di tangan Wakapolres Marwan agar tali sneeping dan tali jiwa ditahan karena Joan kecapaian. Setelah istirahat seadanya, Joan terus turun mendekati jenazah. Monitor dari utara terus mengikuti gerak gerik Joan. Ketika sudah mendekati jenazah, Joan meminta agar personil pemegang tali di bagian selatan stand by. Joan juga memberitahukan bahwa dirinya sudah ada sekitar 10 meter dengan jenazah dan bau bangkai bercampur belerang sudah mulai sangat tajam terasa. Joan beristirahat sejenak lalu minta dari dalam jurang danau agar tali diulur terus ke bawah.
Saat sudah berada sejajar dengan posisi jenazah, Joan menginformasikan keadaan jenazah yakni kepalanya luka parah karena benturan benda keras, dadanya tertindis batu besar, kakinya mengarah ke danau, keadaannya sudah membusuk dan perutnya bengkak. Jarak waktu informasi terakhir itu kira-kira 2 menit. Joan masih terus berupaya mengambil posisi terbaik, namun tiba-tiba dari HT terdengar tarikan nafas panjang setelah Joan mengucapkan kata-kata ini : "Disini ketiadaan udara," dan dari utara suara monitor memerintah agar secepatnya ditarik karena sang Wakil komandan telah lemas.
Spontan personel di bagian selatan menarik kembali tubuh Joan yang sudah lemas tak berdaya karena hampanya udara. Kira-kira 50 meter keatas dari tempat jenazah, monitor di bagian utara terus lantang perintah dari HT agar secepatnya ditarik. Setelah ada pada posisi kira-kira 200 meter dari bawah, suara Joan terdengar meminta agar tali ditahan sehingga dirinya bisa istirahat.
Setelah melewati 20 menit kemudian Joan sadar dan dengan tenaga yang tersisa dan dibantu personel di selatan yang kerja cepat menarik Joan, akhirnya membawa Joan kembali ke mulut kawah yang kedalamannya mencapai 700 meter.
Joan langsung pingsan di mulut kawah. Para medis yang sudah berada di puncak bagian selatan, segera melakukan pertolongan terhadap Joan. Tepat pukul 15.40 wita, Joan sadar dari siumannya. Drama paling haru terpentas saat Joan sang penakluk menemui istri korban dan kedua anak korban serta orang tua korban dan keluarga korban yang masih setia menanti di tangga bawah. Sambil memeluk kedua anak korban, Joan meminta maaf karena tidak berhasil membawa pulang jenazah ayah mereka lantaran tempat di mana jenazah ayah mereka terletak sudah ketiadaan udara. Semua masyarakat yang menyaksikan ujung drama itu evakuasi itu pun meneteskan air mata.
Jenazah Adrianus Marsel yang sejak 8 Mei berada di danau Tiwu Atapolo akibat membunuh diri pun, sampai hari ini berita ini diposting, 26 Mei 2004, mayat jenazah Adrianus Marsel pun belum dapat dievakuasi dari lokasi kejadian meskipun jarak antara Joan dan jenazah amat dekat, namun ketiadaannya udara menyebabkan evakuasi tersebut gagal. Karena bila Joan Verdianto nekat, maka nyawanya sendirilah yang dapat melayang.
Demikian berita yang berhasil saya rangkum dalam beberapa hari ini. Mari kita semua masyarakat Ende sama-sama berdo'a semoga jenazah korban bunuh diri, Adrianus Marsel, dapat dievakuasi segera. Bukti daya magis Kelimutu memang amat besar. Pernahkah anda mendengar kematian seorang perawat yang diberi roti oleh seorang "wanita kampung" yang tak dikenalnya di pelataran parkir danau Kelimut yang kemudian tewas seketika? Pernahkah anda mendengar para siswa sekolah yang kameranya tiba-tiba hancur saat digunakan dan ban motornya hancur gara-gara berkata kotor di daerah Danau? Dan saya sendiri mengalaminya, saya pernah terjatuh, terpeleset sendiri dan terbanting ke tanah saat berjalan bersama teman-teman, gara-gara saya menyerukan kata kotor?! Itu lah Kelimutu!!!
tuteh, 26 Mei 2004